Kamis, 28 Mei 2015

Kunang dan Kopi #1



Siapa yang paling ajaib, cerita yang kamu narasikan, atau saat ini kita yang sedang menikmati kopi dari gelas yang sama?
***
Aku melihat beberapa titik cahaya, yang hilang sekejap dari balik pohon di belakangmu, kurasa itu kunang, karena tak lama kemudian muncul lagi dan selalu berpindah, hilang dan muncul lagi. Tapi aku lebih mempercayainya sebagai peri.
Senyata-nyatanya teman adalah khayalan, narasi yang yang kubuat, sosok-sosok yang kubentuk tanpa aturan. Kemudian aku berpikir bahwa diriku sendiri makin makin tak waras, bergumam seiring lagu yang kudengar lewat headset untuk menyumbat suara bising di luar, dan sesekali memandangi sketsa yang tergeletak di dekat bantal.

Kamar tiba-tiba bising dengan suara langkah kaki yang beradu dengan tebaran kertas di lantai kamar, dan kamu melepas headset yang sudah hampir menyatu dengan kepalaku.
“Siapa ini?”, kamu memungut satu sketsa, mengangkatkanya setinggi pandanganku, baru kemarin kamu menanyakan sambil menerawang sketsaku itu, dan itu masih terngiang, hari ini aku akan memenuhi janji untuk menjawabnya.

“Dia, adalah yang aku harap akan menjadi ada,” kamu tersenyum dan aku lega. Kamu, orang paling realistis yang menghargai ketidak masuk akalan orang, aku suka.

Seperti biasa kamu mengambil bantal dan merebahkan diri di belakangku, tidur. Kuambil foto wajah damaimu, dan melanjutkan pekerjaanku, membuat ilustrasi  untuk beberapa penerbitan cerewet yang terlalu banyak maunya. Tapi ada satu penerbitan, dimana aku bertahan bukan karena uang. Tempatnya kecil, awalnya aku berpikir bahwa itu rumah seorang yang eksentrik, dengan pagar yang terbuat dari sisa-sisa kursi kayu lapuk, yang sengaja diatur agar ditumbuhi tanaman merambat, ternyata begitu masuk ke rumah, semacam kantor berlantai dua yang memiliki atmosfir  seperti kafe. Saat itu juga aku jatuh hati, dan kutitipkan hatiku di salah satu sudut kantor itu, kutinggalkan agar aku tidak jemu datang ke sana.

Ya, aku benar, pemiliknya orang yang eksentrik, lelaki yang sekarang tertidur pulas di kasur tipis, tepat dibelakangku.